Pagi ini saya mendapat email dari saudara Muhammad Noer, Founder membacacepat.com tentang Pentingnya Pendidikan Karakter. Begitu pentingnya materi pendidikan ini, terutama untuk bangsa kita yang saat ini tengah menghadapi badai krisis moral. Saya tergerak untuk membagikannya sebagai salah satu cara untuk ikut berpartisipasi meningkatkan kepedulian bangsa ini terhadap pentingnya pendidikan karakter.
Ditulis Oleh: DJOHAN
YOGA
Tulisan ini merupakan
posting tamu dari sahabat saya bapak Djohan Yoga. Beliau aktif di bidang
pendidikan dan merupakan Instruktur Internasional untuk wilayah Asia dalam
bidang Pendidikan Karakter dari Thomas Lickona dan metode Mind Map dari Tony
Buzan.
Puas, begitulah
jawaban spontan dari salah satu pembunuh Deni Januar pada saat ditanya oleh
Mendikbud M. Nuh. Bukan hanya sekali
tapi dua kali kata puas diucapkannya meskipun yang kedua dilengkapi dengan
kata-kata “agak menyesal”.
Kita semua dapat membayangkan betapa hancur leburnya hati Pak Nuh saat mendengar jawaban itu karena secara logika pasti Pak Nuh mengharapkan jawaban “sangat menyesal atau khilaf” yang kemudian disertai pula dengan tangisan atau sikap lainnya untuk mengungkapkan rasa penyesalan yang mendalam.
Hal yang relatif sama juga terjadi beberapa waktu yang lalu, saat para siswa yang melakukan perundungan(bullying) terhadap yuniornya juga tidak menunjukkan rasa penyesalan sedikitpun sehingga membuat polisi yang memeriksa mereka marah dan terpaksa melakukan penahanan.
Akademis vs Karakter
Inilah produk dari
pendidikan yang selama ini hanya dipusatkan pada sisi akademis dan kurang
memperhatikan sisi karakter. Semua pihak seolah hanya ingin mengejar nilai,
rangking atau medali Olimpiade sementara proses pembentukan karakter yang
sesungguhnya jauh lebih penting dari prestasi akademis terabaikan.
Akibatnya siswa hanya tumbuh menjadi orang yang pintar tapi tidak berkarakter dan ini sangat berbahaya ketika mereka berada di masyarakat. Dengan hanya berbekal kepintaran tanpa ada karakter yang mengendalikannya, tidaklah mengherankan semakin banyaknya terjadi tawuran dan perundungan di sekolah serta semakin masif dan sistematiknya korupsi dan manipulasi diberbagai bidang kehidupan.
Dua Tujuan Pendidikan
Seperti yang diucapkan
oleh Bapak Pendidikan Karakter Dunia, Prof. Thomas Lickona bahwa
pendidikan selalu mempunyai 2 tujuan yaitu membantu orang untuk menjadi
pintar (smart) sekaligus juga untuk menjadi baik (good).
Oleh karena itulah Prof. Lickona menambahkan Respect (hormat) sebagai R yang ke-4 dan Responsibility (tanggung jawab) sebagai R yang ke-5 ke dalam 3R yang selama ini kita kenal yaitu : Reading (membaca), wRiting (menulis) dan aRithmatic (menghitung). 3R yang pertama adalah untuk membuat siswa menjadi pintar sedangkan 2R yang terakhir adalah untuk membuat siswa menjadi baik.
Ketimpangan antara
materi akademis dengan karakter sudah disadari oleh banyak pihak. Namun sejak
Pak Nuh menjadi Mendikbud perhatian terhadap karakter ini menjadi prioritas
utama. Terhitung tahun 2010
yang lalu, pendidikan karakter telah dicanangkan untuk dijadikan gerakan
nasional di seluruh tingkat pendidikan yaitu PAUD sampai dengan Perguruan
Tinggi. Pendidikan Karakter akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran,
manajemen sekolah dan kegiatan ekstra kurikuler. Program dari Kemdikbud
ini memperoleh dukungan dari semua pihak mulai dari Presiden, Wakil Presiden
serta seluruh lapisan masyarakat.
Beberapa Kekeliruan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Namun sangat
disayangkan setelah lebih dari 2 tahun ternyata pelaksanaan pendidikan karakter
disekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Hal ini disebabkan oleh beberapa kekeliruan seperti:
Pertama, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter merupakan mapel baru dan berdiri sendiri sehingga banyak menanyakan kurikulum, silabus dan bukunya. Padahal pendidikan karakter bukanlah mapel karena sesungguhnya sudah ada di dalam setiap mapel yang diajarkan saat ini. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak membutuhkan kurikulum, silabus atau buku yang khusus.
Kedua, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter merupakan pengganti mapel PMP atau Budi Pekerti yang ada dulu. Akibatnya banyak yang mencoba menyamakan metode pembelajaran seperti yang banyak dipakai yaitu metode ceramah dan catat. Padahal pendidikan karakter bukanlah mapel pengganti dan proses pembelajarannya bukan lebih ceramah tapi harus digali secara bersama sama oleh guru dan siswa.
Ketiga, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter adalah tugas dari guru mapel Agama dan PKn saja serta kalau perlu melibatkan guru BK sekiranya terjadi masalah yang terkait dengan karakter siswa. Padahal pendidikan karakter adalah tugas semua guru dari seluruh mapel, karena setiap mapel yang diajarkan pasti memiliki nilai nilai moral yang akan memberi dampak pada kehidupan orang banyak.
Keempat, banyak guru yang beranggapan bahwa pendidikan karakter hanyalah pelengkap atau tambahan saja sehingga tidak perlu diprioritaskan seperti halnya dengan materi akademis. Padahal pendidikan karakter adalah inti dari suatu kegiatan pendidikan karena alangkah berbahayanya seorang siswa yang hanya berkembang dalam hal akademis tapi tidak dalam hal karakter.
Kelima, banyak yang beranggapan bahwa pendidikan karakter hanyalah sebuah pengetahuan semata (kognitif) sehingga tidak perlu usaha yang khusus dan terencana. Padahal pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang holistik sehingga tidak hanya melibatkan sisi kognitif tapi juga sisi afektif dan psikomotor. Dengan demikian, seorang siswa dapat memahami lalu bisa merasakan dan pada akhirnya mau melakukan nilai-nilai yang dianggap baik.
Kekeliruan-kekeliruan seperti inilah yang telah menghambat pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Akibatnya dalam 2 tahun sejak dicanangkan tidak banyak kemajuan yang diperoleh, pendidikan karakter masih tetap berada dalam posisi wacana yang belum dapat dilaksanakan.
Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan karakter membutuhkan waktu yang lama dibandingkan materi akademis. Meskipun sudah dilaksanakan dengan sungguh sungguh belum ada yang bisa menjamin tingkat keberhasilannya.
Pendidikan Karakter Memiliki Visi Jangka Panjang
Pendidikan karakter
merupakan suatu proyek pendidikan jangka panjang karena sesuai dengan makna
dari asal katanya, karakter adalah proses untuk mengukir nilai-nilai yang
dianggap baik ke dalam hati sanubari siswa. Oleh karena itu, sekali terukir
akan butuh waktu yang lama untuk dapat mengubahnya.
Karakter tidak sama dengan moral, akhlak, norma atau budi pekerti karena karakter langsung digerakkan oleh otak. Karakter seseorang dapat ditunjukkan oleh bagaimana dia bersikap ketika dia tahu tidak ada seorangpun yang melihatnya. Sikap ini akan bersifat otomatis karena langsung digerakkan oleh otak.
Selain itu, faktor yang menghambat pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah adalah beratnya beban kurikulum yang ada saat ini. Dengan banyak jumlah mapel yang ada saat ini dapat dipahami bagaimana sulitnya guru untuk menyediakan waktu untuk pendidikan karakter.
Tiga Peran Seorang Guru
Berbeda dengan materi
akademis, dalam mengajarkan pendidikan karakter seorang guru harus
memainkan 3 peran sekaligus yaitu: sebagai pemberi perhatian (caregiver),
sebagai teladan/panutan (model) dan sebagai pembimbing
(mentor).
Sangatlah tidak mudah bagi seorang guru untuk dapat memainkan ketiga peran itu dengan baik sehingga dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan. Masalahnya semakin rumit karena sering kali siswa melihat sesuatu yang berlawanan dengan nilai-nilai baik diajarkan di sekolah. Misalnya saat guru Matematika menekankan pentingnya nilai kejujuran tapi yang dijumpai oleh siswa di masyarakat adalah kebalikkanya yaitu makin maraknya para koruptor dan manipulator menguras uang rakyat.
Namun bagaimanapun juga, saat ini pendidikan karakter adalah satu-satunya solusi yang bisa membawa kita keluar dari masalah yang kita alami saat ini meskipun kita juga sadar bahwa semuanya ini butuh waktu dan usaha yang tidak mudah. Keterlibatan semua guru dari semua mapel adalah kunci utama untuk keberhasilan melaksanakan pendidikan karakter di sekolah.
Guru harus mengajak
siswa untuk menggali nilai-nilai baik yang terkandung dalam setiap mapel.
Penekanan pada makna dari suatu mapel terhadap kehidupan sehari-hari adalah
kunci yang utama.
Dengan memahami makna dari setiap mapel yang diajarkan, seorang siswa dapat memperoleh pemahaman yang utuh dan menyeluruh baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotor sehingga siswa tahu mana yang baik, bisa merasakannya dan pada akhirnya mau melakukannya.
Petunjuk Praktis Pendidikan Karakter Untuk Berbagai Mata
Pelajaran
Bisa kita bayangkan
bagaimana efektifnya pelaksanaan pendidikan karakter bila guru-guru dari mapel
selain Agama dan PKn ikut berperan aktif. Berikut adalah petunjuk praktis untuk
guru-guru dari beberapa mapel:
1. Kesenian
mencari nilai-nilai
yang terkandung dalam sebuah lagu serta mempelajari latar belakang penulisan
sebuah lagu termasuk juga karakter dari penciptanya. Mempelajari sejarah dari
alat-alat musik tradisional serta pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat.
2. Bahasa
Mendiskusikan karakter
positif maupun negatif dari tokoh yang ada dalam suatu artikel serta mencari
nilai-nilai yang terkandung dalam suatu karya sastra (puisi, pantun dll). Untuk
bahasa asing, mencari arti/makna dari kata-kata baru khususnya yang terkait
dengan nilai-nilai yang positif, selanjutnya siswa bisa diminta membuat
karangan yang memuat kata-kata baru itu agar bisa menperoleh pemahaman yang
lebih mendalam.
3. Sosial/IPS
Mendiskusikan karakter
dari para raja, ratu atau patih serta pengaruhnya terhadap kehidupan rakyatnya.
Mempelajari dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masyarakat atau
pengaruh sosial dari pemberlakuan sebuah aturan atau hukum.
4. Sains/IPA
Dampak positif dan
negatif dari perkembangan sains terhadap manusia seperti timbulnya berbagai
macaam penyakit dan lingkungan hidup seperti adanya pencemaran atau kepunahan
hewan atau tumbuhan.
5. Matematika
Mengkaji aplikasi
konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari serta dampak negatif kalau
terjadi penyimpangan atau ketidakjujuran dalam penggunaannya. Beri penekanan
terhadap kerugian yang harus ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat.
6. Orkespenjas
Pengaruh positif dari
kegiatan olahraga bagi kesehatan serta mendiskusikan karakter positif (berlatih
teratur dan disiplin) maupun negatif (doping atau pengaturan skor) dari para
olahragawan nasional maupun internasional dalam mencapai prestasi.
7. TIK/Teknologi
Mendiskusikan pengaruh
positif maupun negatif dari sebuah teknologi. Khusus untuk teknologi informasi,
perlunya pengetahuan tentang Media Literacy untuk mencegah
efek negatif yang tidak diinginkan. Mempelajari mengenai Cyber-Bullying yang
sangat merugikan pihak yang jadi korban.
8. Muatan Lokal
Mendiskusikan perlunya
melestarikan bahasa dan budaya daerah serta situs- situs bersejarah yang ada.
Mempelajari pengaruh adat istiadat di suatu daerah dalam membentuk karakter
orang di sana.
Tak Hanya Pintar, Melainkan Pula Berkarakter
Sebagai penutup perlu
ditekankan kembali bahwa tujuan pendidikan bukanlah hanya untuk menjadikan
seseorang menjadi pintar tapi juga menjadi baik dan berkarakter.
Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam pendidilan harus mau mengubah tujuan yang semula hanya mengejar nilai akademis sekarang harus memprioritaskan pendidikan karakter.
Percayalah untuk
membuat seseorang jadi pintar jauh lebih mudah dan cepat dari pada untuk
membuat seseorang jadi baik dan berkarakter. Pintar tidaklah cukup tapi harus
dilengkapi juga dengan karakter yang baik.
DJOHAN YOGA
Instruktur Internasional untuk wilayah Asia dalam bidang Pendidikan Karakter
dari Thomas Lickona dan metode Mind Map dari Tony Buzan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar